Friday, October 23, 2009

O17


[A Persian painting by Mahmud Farshchian, showing Hafez, The Poet]

SELECTED RUBA’IYAT OF HAFIZ

THE CUP’S LIP

Never, never separated your lip make from the cup’s lip;
so your desire from world, you take from the cup’s lip.
Since in the world’s cup sweet and bitter are combined,
take this from Beloved’s lip, that take from the cup’s lip.

A DROP OF BLOOD

You said this: "I’m yours and so have no more concern,
make the heart joyful, to patience give all your concern."
What heart? Where’s patience? That which You call heart
is only a drop of blood and there is so much for concern.

SUCH CRUELTY

For loving the Beloved’s face, against me don’t complain:
against those with hearts full of misery, don’t complain.
Sufi, since you have knowledge of the wayfarers’ ways,
against the drinking man, with cruelty don’t complain.

NEITHER: NOR

Neither the tale about that candle of Chigil one can tell,
nor condition of the heart, burning still, one can tell:
in my tired heart there is grief because there’s no friend
who about grief which the heart does fill, one can tell.

WITH GOLD

Those lovely ones of the world one can bait with gold,
because of them, happily one can’t enjoy fate with gold.
See the narcissus that possesses the crown of the world
how its head also bends, from being straight, with gold.

SOME CONSOLATION

A moon whose shape was straight like the tall cypress,
straightened her face while holding mirror in her caress.
When I offered her the handkerchief she then said this:
"You seek union? At least your imagination isn’t a mess!"

LION OF GOD

Loosener of knots and Awarder of heaven and of hell
don’t leave us, or from feet we’ll fall, You know well.
For how much longer will the wolves keep snatching?
Lion of God, show Your claws and the enemy dispel.

EXCEPT

Except Your image, nothing comes into that sight of ours,
except Your street, no other path holds delight of ours.
Although to all in Your time a sweet sleep does come,
God, I swear it never comes to eye, day or night, of ours.

FAR TOO QUICKLY

You, Your eye: deceit and sorcery keep raining from it:
hey, many swords, war’s weaponry, keep raining from it.
Too quickly You became wearied and upset with friends;
Your heart: stones that do injury, keep raining from it.

STRANGE!

Every friend who boasted about faith an enemy became:
every one with a spoiled garment, one of purity became.
They say: "Night is pregnant with the unknown." Strange!
Since she knew no man, how is it pregnant she became?


[hafizofshiraz.com]

Wednesday, October 21, 2009

016


'Mama, why is there so much pain and sorrow and suffering? What is it all for?

'It is for our good, my child. In His wisdom and mercy the Lord sends us these afflictions to discipline us and make us better ... None of them comes by accident.'

'Isn't it strange? ... Did He give Billy Norris the typhus?'

'Yes.'

'What for?'

'Why, to discipline him and make him good.'

'But he died, mama, and so it couldn't make him good.'

'Well, then, I supposed it was for some other reason ... I think it was to discipline his parents.'

'Well, then, it wasn't fair, mama ... he was the one that was punished ... Did He make the roof fall in on the stranger that was trying to save the crippled old woman from the fire, mama?'

[Mark Twain's Little Bessie Would Assist Providence]




[note: sometimes, the pain and suffering is just THIS absurd]

[blackpaintbrush.org]


Saturday, October 10, 2009

015

SASHAHIDAN SYEIKH SITI JENAR (bah.3)


AJARAN TENTANG PENERAPAN RUKUN IMAN, ISLAM DAN IHSAN

18.“Kepada mereka, Siti Jenar pertama-tama mengajarkan akan asal usul kehidupan, kedua diberitahukan akan pintu kehidupan. Ketiga, tempat besok bila sudah hidup kekal abadi, keempat alam kematian yaitu yang sedang dijalani sekarang ini. Lagipula mereka diberitahu akan adanya Yang Maha Luhur”

(Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh IV Sinom, 6-7).

Kepada pada muridnya, Syekh Siti Jenar mengajarkan ilmu ma’rifat secata bertahap, yang harus dikuasai oleh seseorang, jika ingin menjadi manusia sempurna (al-insan al-kamil), serta bagi yang ingin menempuh laku manunggal dengan Tuhan. (1) Pertama-tama Syekh Siti Jenar mengajarkan tentang asal-usul manusia [ngelmu sangkan-paran]; (2) Langkah berikutnya, ia mengajarkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan, khususnya apa yang disebut sebagai pintu kehidupan; (3) Langkah ketiga Syekh Siti Jenar menunjukkan tempat manusia besok ketika sudah hidup kekal abadi; (4) Taham keempat, ia menunjukkan tempat alam kematian, yaitu yang sedang dialami dan dijalani manusia sekarang ini, di dunia ini, serta berbagai kiat cara menghadapinya; (5) Langkah terakhir Syekh Siti Jenar mengajarkan tentang adanya Tuhan Yang Maha Luhur yang menjadikan bumi dan angkasa, sebagai pelabuhan akhir bagi kemanunggalan dan keabadian.


19.“Aku angkat saksi di hadapan Dzat-Ku sendiri, sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Aku, dan Aku angkat saksi sesungguhnya Muhammad itu utusan-Ku, sesungguhnya yg disebut Allah Ingsun diri sendiri (badan-Ku), Rasul itu Rahsa-Ku, Muhammad itu cahaya-Ku, Akulah Dzat yg hidup tidak akan terkena mati, Akulah Dzat yang selalu ingat tidak pernah lupa, Akulah Dzat yg kekal tidak ada perubahan dalam segala keadaan, (bagi-Ku) tidak ada yg samar sesuatupun, Akulah Dzat yang Maha Menguasai, yang Kuasa dan Bijaksana, tidak kekurangan dalam pengertian, sempurna terang benerang, tidak terasa apa-apa, tidak kelihatan apa-apa, hanya Aku yg meliputi sekalian alam dengan kodrat-Ku.”


(R. Ng. Ranggawarsita, WIRID Punika Serat Wirid Anyariyo-saken Wewejanganipun Wali VIII, Administrasi Jawi Kandha Surakarta, penerbit Albert Rusche & Co., Surakarta, 1908, hlm.15-16).


Dari wejangan Sasahidan itu, nampaklah pengalaman spiritual dan keadaan kemanunggalan pada diri Syekh Siti Jenar terjadi dalam waktu yang lama, dan mendominasi keseluruhan wahana batin Syekh Siti Jenar. Nampak juga bahwa dalam intisari ajaran tersebut, konsistensi sikap batin dan sikap dzahir dari ajaran Syekh Siti Jenar. Jika ilmu tidak ada yang dirahasiakan dalam pengajaran, maka demikian pula pengalaman batin dari keagamaan juga tidak bisa disembunyikan. Dan pengalaman keagamaan yang terlahir tidak harus ditutup-tutupi walaupun dengan dalih dan selubung syari’at. Dan akhirnya dalam ajaran Sasahidan itulah, semua ajaran Syekh Siti Jenar tersimpul.


KEMANUNGGALAN KEIMANAN


20.“Adapun manunggalnya keimanan, itu menjadi tempat berkumpulnya jauhar (mutiara) Muhammad, terdiri atas 15 perkara, seperti perincian di bawah ini:

a.Imannya imam, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah keberadaan Allah.

b.Imannya tokide (tauhid), maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah panunggale (tempat manunggalnya) Allah.

c.Imannya syahadat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah sifatullah (sifatnya Allah).

d.Imannya ma’rifat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah kewaspadaan Allah.

e.Imannya shalat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah menghadap Allah.

f.Imannya kehidupan, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah kehidupannya Allah.

g.Imannya takbir, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah kepunyaan keangungan Allah.

h.Imannya saderah, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah pertemuan Allah.

i.Imannya kematian, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah kesucian Allah.

j.Imannya junud, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah wadahnya Allah.

k.Imannya jinabat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah kawimbuhaning (bertambahnya ni’mat dan anugerah) Allah.

l.Imannya wudlu, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah asma (Nama) Allah.

m.Imannya kalam (perkataan), maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah ucapan Allah.

n.Imannya akal, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah juru bicara Allah.

o.Imannya nur, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah wujudullah, yaitu tempat berkumpulnya seluruh jagat (makrokosmos), dunia akhirat, surga neraka, ‘arsy kursi, loh kalam (lauh al-kalam), bumi langit, manusia, jin, belis (iblis) laknat, malaikat, nabi, wali, orang mukmin, nyawa semua, itu berkumpul di pucuknya jantung yang disebut alam kiyal (‘alam al-khayal), maksudnya adalah angan-angannya Tuhan, itulah yang agung yang disebut alam barzakh, yang dimaksudnya adalah pamoring gusti kawula, yang disebut alam mitsal, yang dimaksudnya adalah awal pengetahuan, yaitu kesucian dzat sifat asma af’al, yang disebut alam arwah, maksudnya berkumpulnya nyawa yang adalah dipenuhi sifat kamal jamal.”

(Wedha Mantra, hlm. 54-55).

Ajaran tersebut terkenal dengan sebutan panunggaling iman. Dari aplikasi iman dalam bentuk keimanan Manunggaling Kawula-Gusti tersebut tampak, bahwa fungsi manusia sebagai khalifatullah (wakil real Allah) di muka bumi betul-betul nyata. Manusia adalah cermin dan pancaran wujud Allah, dengan fungsi iradah dan kodrat yang berimbang. Semua bentuk syari’at agama ternyata memiliki wujud implementasi bagi tekad hatinya, sekaligus ditampakkan melalui tingkah lahiriyahnya.

Jelas sudah bahwa dalam sistem sufisme Imannya kehidupan, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah kehidupannya Allah, ajaran “langit” Allah berhasil “dibumikan” oleh Imannya kehidupan, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah kehidupannya Allah. Melalui doktrin utama Manunggaling Kawula-Gusti. Manusia diajak untuk membuktikan keberadaan Allah secara langsung, bukan hanya memahami “keberadaan” dari sisi nalar-pikir (ilmu) dan rasa sentimen makhluk (perasaan yang dipaksa dengan doktrin surga dan neraka). Imannya kehidupan, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah kehidupannya Allah. Mengajarkan dan mengajak manusia bersama-sama “merasakan” Allah dalam diri pribadi masing-masing.

21.Adapun yang menjadi maksud:


(a) Iman, adalah pangandeling (pusaka andalan) roh.
(b)Tokid (tauhid), panunggale (saudara tak terpisah, tempat manunggal) roh.
(c)Ma’rifat, penglihatan roh.
(d)Kalbu, penerimaan (antena penerima) roh.
(e)Akal, pembicaraannya roh.
(f)Niat, pakaremaning roh.
(g)Shalat, menghadapnya roh.
(h)Syahadat, keadaan roh.

(Wedha Mantra, hlm. 54).

Pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut mempertegas maksud Manunggalnya Iman di atas. Di dalam hal ini, Syekh Siti Jenar menjelaskan maksud dari masing-masing doktrin pokok tauhid dan fiqih ketika dikaitkan dengan spiritual. Iman, tauhid, ma’rifat, qalbu, dan akal adalah doktrin pokok dalam wilayah tauhid; dan niat, shalat serta syahadat adalah doktrin pokok fiqih. Oleh Syekh Siti Jenar semua itu sirangkai menjadi bentuk perbuatan roh manusia, sehingga masing-masing memiliki peran dan fungsi yang dapat menggerakkan seluruh kepribadian manusia, lahir dan batin, roh dan jasadnya. Itulah makna keimanan yang sesungguhnya. Sebab rukun iman, rukun Islam dan ihsan pada hakikatnya adalah suatu kesatuan yang utuh yang membentuk kepribadian illahiyah pada kedirian manusia.

22.“Yang disebut kodrat itu yang berkuasa, tiada yang mirip atau yang menyamai. Kekuasaannya tanpa piranti, keadaan wujudnya tidak ada baik luar maupun dalam merupakan kesantrian yang beraneka ragam. Iradatnya artinya kehendak yang tiada membicarakan, ilmu untuk mengetahui keadaan, yang lepas jauh dari pancaindera bagaikan anak gumpitan lepas tertiup.”

(Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandangula, 31).

Bagi Syekh Siti Jenar, kodrat dan iradat bukanlah hal yang terpisah dari manusia, dan bukan mutlak milik Allah. Kodrat dan iradat menurut Syekh Siti Jenar terkait erat dengan eksistensi sang Pribadi (manusia). Pribadi adalah eksistensi roh. Maka jika roh adalah pancaran cahaya-Nya, pribadi adalah tajalli-Nya, penjelmaan Diri-Nya. Pribadi adalah Allah yang menyejarah. Maka Syekh Siti Jenar mengemukakan bahwa dirinya adalah sang pemilik dua puluh sifat ketuhanan. Oleh karena itu kodrat merupakan kuasa pribadi, sifat yang melekat pada pribadi sejak zaman azali dan itu langgeng. Demikian pula adanya iradat, kehendak atau keinginan.

Antara karsa, keinginan dan kuasa, adalah hal yang selalu berkelindan bagi wujud keduanya. Tentu menyangkut kehendak, setiap pribadi memiliki karsa yang mandiri dan yang berhak merumuskan hanyalah “perundingan” antara pemilik iradah dengan Yang Maha Memiliki Iradah. Kemudian untuk mewujudkan rasa cipta itu, perlu juga pelimpahan kodrat Allah pada manusia.

Untuk itu semua, Syekh Siti Jenar mendidik manusia untuk mengetahui Yang Maha Kuasa, dan mengetahui letak pintu kehidupan serta kematian. Tujuannya jelas, agar manusia menjadi Pribadi Sejati, pemilik iradah dan kodrat bagi dirinya sendiri.

[bersambung]
[dipetik dari sebuah forum: KASKUS]